Oleh: Khanza Aliffia SP
Tatih aku di saat aku
mulai ringkih
Tersenyumlah kala aku mulai cemberut
Pangku aku ketika aku mulai letih memangku beban ini
Setiakan menerangiku ketika matahari enggan menyinariku
Niatkan bintang selalu menemani malamku ketika aku merasa benar-benar sendiri
Jalanku tak lagi berujung
Berliku
Berkelok
Sungguh meregam habis senyum yang senantiasa mengembang kala itu
Siapa yang bersedia mengusap lelehan air mata yang sedari tadi mengalir deras tanpa perintah dariku
Siapa yang hendak mengembalikan senyumku
Siapa yang dengan tulus melukis bintang kejora di mataku yang sedari tadi sembab
Akankah aku harus sendiri menunggu kesadaranmu
Tanpa berharap belas kasihmu
Tersenyumlah kala aku mulai cemberut
Pangku aku ketika aku mulai letih memangku beban ini
Setiakan menerangiku ketika matahari enggan menyinariku
Niatkan bintang selalu menemani malamku ketika aku merasa benar-benar sendiri
Jalanku tak lagi berujung
Berliku
Berkelok
Sungguh meregam habis senyum yang senantiasa mengembang kala itu
Siapa yang bersedia mengusap lelehan air mata yang sedari tadi mengalir deras tanpa perintah dariku
Siapa yang hendak mengembalikan senyumku
Siapa yang dengan tulus melukis bintang kejora di mataku yang sedari tadi sembab
Akankah aku harus sendiri menunggu kesadaranmu
Tanpa berharap belas kasihmu
Dengarkan aku!
Aku hanya inginkan dirimu yang dulu datang kembali menyapaku
Berharap tuk sekedar mengingat masa lalu
ketika kita pernah bersama
Bercengkerama menelan ludah manis, asin, ataupun pahit kehidupan sekalipun
Apakah engkau mendengar rintihan hati yang sejak dahulu menginginkan engkau kembali
Aku hanya inginkan dirimu yang dulu datang kembali menyapaku
Berharap tuk sekedar mengingat masa lalu
ketika kita pernah bersama
Bercengkerama menelan ludah manis, asin, ataupun pahit kehidupan sekalipun
Apakah engkau mendengar rintihan hati yang sejak dahulu menginginkan engkau kembali
Ingatkah di saat engkau
benar-benar meyakinkanku
Di saat engkau berani mengakuiku di depan muka ibumu
Di saat rasa malu ini harus segera kurapuhkan ketika saudaramu menanyakannya padaku
Namun di saat itulah aku mulai ringkih
Aku mulai lemah
Aku mulai tak berpegang lagi pada kayu cintaNya
Di saat engkau berani mengakuiku di depan muka ibumu
Di saat rasa malu ini harus segera kurapuhkan ketika saudaramu menanyakannya padaku
Namun di saat itulah aku mulai ringkih
Aku mulai lemah
Aku mulai tak berpegang lagi pada kayu cintaNya
Duhai yang pernah
menghanyutkanku
Kembalikan aku ke
dermagaku
Atau carikan nahkoda baru untukku
Jika kau enggan mengembalikanku
Dimana bukti rasa itu, jika engkau hanya meninggalku di jalan tak berpetunjuk arah
Hingga aku merasa asing di dunia ini.
Apakah rasa itu benar-benar tak berbekas
Dimana hati nuranimu?
Dimana sosok yang kukenal dulu?
Dimana muka polos yang pernah memperkenalkanmu kepadaku?
Akankah Anfa pOenyA_47 itu benar-benar hilang tanpa jejak?
Dan Anak Bebex Jelex serta Anak Angsa Jelex itu terbawa deras arus waktu ini?
Biarkan waktu yang membantu menjawab tanyaku
Atau carikan nahkoda baru untukku
Jika kau enggan mengembalikanku
Dimana bukti rasa itu, jika engkau hanya meninggalku di jalan tak berpetunjuk arah
Hingga aku merasa asing di dunia ini.
Apakah rasa itu benar-benar tak berbekas
Dimana hati nuranimu?
Dimana sosok yang kukenal dulu?
Dimana muka polos yang pernah memperkenalkanmu kepadaku?
Akankah Anfa pOenyA_47 itu benar-benar hilang tanpa jejak?
Dan Anak Bebex Jelex serta Anak Angsa Jelex itu terbawa deras arus waktu ini?
Biarkan waktu yang membantu menjawab tanyaku

Tidak ada komentar:
Posting Komentar